Pada hari kedua Main Event COMPFEST kemarin, telah berlangsung seminar yang berjudul “How Far Away Is Indonesia From Being Cashless?”. Diselenggarakan pada tanggal 29 September 2019 di Balairung Universitas Indonesia, seminar kali ini mengundang beberapa pembicara yang telah berkecimpung di dunia digital payment. Seminar ini dimulai dan dibawakan oleh kak Rizda Dwi Prasetya, Tech Lead of Merchant Integration at Midtrans, sebagai moderator. Pada sesi ini, terdapat tiga pembicara yang mengisi seminar ini, yaitu kak Yukie Iskandar, selaku Head of Business Partnership at OVO, kak Kelvin Gani, selaku Vice President of Product at Moka, dan kak Rangga Wiseno, selaku Vice President of Product at DANA.
Pembicara pertama pada seminar ini adalah kak Yukie. Dia membuka seminar dengan data-data mengenai penetrasi internet, handphone, dan banking di Indonesia. Penetrasi internet di Indonesia mencapai 64%, namun hasil ini hanya terpusat pada pulau Jawa saja. Begitu juga dengan penetrasi handphone dan banking di Indonesia, seluruh perkembangan penggunaan hal tersebut belum merata. Meskipun begitu hal tersebut telah memperbesar tingkat penggunaan digital payment di Indonesia. “Dukungan pihak swasta terhadap Gerakan Nasional Non-Tunai kian menarik, dari 30 persen saja pada 2016, hingga sekarang telah mencapai 50 persen”, kata pembicara. Beliau juga berkata, sambutan masyarakat Indonesia terhadap GNNT ini juga cukup baik, walaupun dengan pendekatan promo atau rewards. Hal ini ditandai dengan jumlah akun yang telah dibuat dan digunakan untuk transaksi, telah meningkat dari 90 juta akun pada 2017, hingga sekarang telah mencapai 250 juta pengguna pada 2019. Selain itu, nilai transaksi yang terjadi per 2019 ini, mencapai 47.2 triliun rupiah transaksi. Kemudian antusiasme merchant juga sangat antusias, karena kemudahan registrasi atau pendaftaran terhadap digital payment itu sendiri. Alasan mengapa banyak pihak yang bersaing pada pasar digital wallet, adalah karena jumlah masyarakat di Indonesia yang cukup banyak. Selain masyarakat Indonesia banyak tergiur dengan adanya rewards, masyarakat Indonesia juga banyak menggunakan platform digital payment untuk pembayaran belanja online, cicilan, dan banyak hal penting lainnya.
Pembicara kedua, kak Kelvin memaparkan bahwa meskipun banyak sekali sumber potensial di Indonesia, terutama masyarakatnya, terdapat beberapa kendala yang cukup menjadi penghalang. Salah satunya adalah penerimaan dan operasional merchant. Belum banyak pihak digital wallet yang langsung menerima merchant secara langsung, melainkan membutuhkan beberapa berkas dan waktu. “Untuk mengatasi kelemahan tersebut, kami berusaha meyakinkan customer dan merchant terkait keamanan dan kemudahan transaksi dengan penggunaan digital payment”, ujar Vice President of Product at Moka ini. Pembicara juga berkata bahwa tanpa adanya banyak EDC dan pencatatan cashflow yang teratur, menjadi contoh big advantages dalam penggunaan digital wallet ini.
Speaker terakhir dari sesi ini dipaparkan oleh Rangga Wiseno, selaku Vice President of Product dari DANA. Ia menjelaskan bahwa pemerintah juga mendukung program digital payment ini, karena merupakan salah satu tahap untuk mewujudkan misi Bank Indonesia, yaitu Gerakan Nasional Non-Tunai. “Gerakan Nasional Non-Tunai telah digelar sejak 2014, namun pada faktanya sistem traditional banking yang menjadi solusi, tidak berjalan dengan baik dan merata di seluruh daerah Indonesia”, kata kak Rangga. Selain itu, dalam sesi tanya jawab ketiga pembicara ini juga dijelaskan bahwa pada tahun 2020, seluruh pelaku usaha akan dirangkul untuk menggunakan QRIS (QR Indonesian Standard), sebagai salah satu kewajiban. Akses finansial adalah hak dasar seorang manusia, agar seorang dapat membuka kesempatan lebih untuk diri. (Editorial Marketing /Ferdii)