Di dunia di mana digital marketing berkembang melalui media sosial, terdapat para pejuang yang kuat yaitu micro–influencer. Berbeda dari macro–influencer —influencer yang memiliki jutaan followers — micro–influencer memiliki followers yang lebih sedikit namun lebih mudah didekati, lebih setia, dan engaging. Micro–influencer adalah individu yang memiliki 1.000 – 1.000.000 followers melalui media sosial tertentu (Instagram, Twitter, Youtube, dll) dan dianggap ahli dalam bidang yang spesifik. Micro–influencer dapat menunjukkan kompetensi dan minat dalam bidang seperti makanan, fashion, kecantikan, travelling, lifestyle, dan teknologi.
Aplikasi streaming musik yang paling populer, Spotify, pernah menggunakan micro–influencer untuk mempromosikan fitur Discover Weekly dengan menginstruksikan mereka untuk memposting gambar playlist Discover Weekly pribadi secara online. Kampanye ini menguntungkan dan menghasilkan 29.540 likes dengan 2,5% engagement. Perusahaan-perusahaan menggunakan micro–influencer untuk mempromosikan produknya karena micro–influencer memiliki beberapa aset yang tidak dimiliki oleh banyak selebriti atau macro–influencer. Anda bisa melihatnya sebagai superpower khusus mereka.
Superpower yang pertama adalah mereka memiliki small engaging audience. Sekarang Anda mungkin berpikir: Bagaimana itu aset? Bukankah audiens yang lebih besar jauh lebih baik? Yang benar adalah ketika influencer yang memiliki jutaan followers mempromosikan suatu produk, tidak berarti ia akan mempengaruhi lebih banyak orang untuk membeli produknya. Influencer dengan 1.000 followers biasanya memiliki engagement 85% lebih tinggi dengan folllowers-nya daripada mereka yang memiliki 100.000 followers. Engagements adalah kunci kesuksesan. Ini dapat menciptakan personal interactions dengan target audience dan membuat proses mempromosikan produk perusahaan lebih mudah dipahami dan dipercaya.
Beberapa pakar marketing berpendapat bahwa mengadvokasi produk perusahaan melalui micro–influencer bisa lebih baik daripada melalui selebriti. Ini masuk akal karena orang cenderung mempercayai orang lain yang tampaknya lebih reachable dan sering berinteraksi dengan followers-nya. Micro–influencer sering berbagi pendapat dan masalah yang sama dengan audiensnya tentang produk yang mereka promosikan. Dalam kasus lain, “get real with them”. Interaksi dan engagement yang tinggi dengan para audiens dapat menghasilkan real conversations tentang produk yang mereka mempromosikan.
Superpower yang kedua adalah micro–influencer dikenal karena minat atau keahlian mereka dalam bidang tertentu. Ini menciptakan Niche Market yang merupakan pasar yang berfokus pada produk tertentu. Micro–influencer menarik perhatian audiens atau followers yang memiliki minat atau keahlian yang sama dengen mereka. Perusahaan-perusahaan berusaha mencari micro–influencer dengan mencocokkan buyer personas atau target audience mereka dengan audiens atau followers seorang micro–influencer. Sebagai contoh, seorang beauty guru influensial yang sering memuji produk-produk cruelty-free, mempromosikan merek kosmetik baru yang mengklaim ramah lingkungan dan cruelty-free. Mengpromosikan suatu produk melalui Niche Market membuatnya lebih otentik dan masuk akal.
Kekuatan super dan aset yang terakhir dan yang juga mempromosikan seorang user menjadi influencer adalah content creating. Micro–influencer mendapatkan followers dengan membuat konten yang kreatif dan menarik berdasarkan minat mereka. Ketika mengpromosikan suatu produk perusahaan, mereka akan melakukannya dengan membuat konten yang compelling dan engaging. Tidak ada kreativitas yang hilang jika suatu perusahaan mempekerjakan micro–influencer.
Menurut Forbes, 40% pengguna Twitter, telah melakukan pembelian yang dimotivasi oleh influencer. Tidak hanya relatif murah untuk menggunakan micro–influencer, tetapi juga dapat meningkatkan return on investment (rasio antara laba bersih dan investasi). Menggunakan kombinasi antara micro–influencer dan macro–influencer (maupun selebriti) sekarang merupakan cara cerdas untuk melakukan digital marketing.
Di dunia di mana media sosial adalah “the new reality” dan di mana digital marketing berkembang, sekarang micro–influencer menjadi underdog marketing yang kuat.
Pantau terus kelanjutan acara COMPFEST melalui media sosial kami di Instagram @COMPFEST, Twitter @COMPFEST, dan situs utama kami http://www.compfest.id (Editorial Marketing/Afrah)
Sumber:
https://www.impactbnd.com/blog/power-of-micro-influencers
https://brand24.com/blog/who-are-micro-influencers-how-to-find-them/
http://www.labourbeat.org/2018/09/12/want-instagram-influencer/